Kamis, 22 Agustus 2019

Mengingat hanyalah ahliku.

Bicara dengan sinar bintang malam ini,
Kala dingin selimuti dan benar, saya menyadari sedang sendiri.

Gagalkah diriku? Belum.
Mencoba membuka hati, namun ragu selimuti.
Berjalan maju, namun tetap genggammu yang ingin ku raih.
Memilih untuk tidak menyakiti, karena saya merasakan bagimana rasa itu.

Mencoba melihat mata yang berbeda,
Namun kenapa bola matamu yang selalu hadir.
Kataku sendiri ku telah merelakan?
Aku menjadi pembohong.

Mencoba mendengar gelak tawa yang berbeda, Namun kenapa tawanya tak semenarik ketika ku dengar tawamu.
Apakah aku sedang tuli? Hanya tawamu yang redakan tanyaku.

Sedalam ini aku telah menyelam, hingga tenggelam, entah, apakah ini permukaan?
Dalam posisi membisu, menjadi tuli, seakan mati rasa.

Sampai kapan adalah pertanyaan bagai bom waktu yang tak kuketahui akan meledak. Penantian adalah kata kerja yang belum tau apakah sudah kulakukan. Bodoh.

Sejujurnya saya telah malu, kenapa engkau sudah bisa mencintaiku dengan merelakanku, sedang aku masih bersikeras dengan waktu, terhanyut dengan ingatan kala itu.

Menghabiskan waktu untuk merindukanmu, mengenangmu, memungut hal indah tentangmu.

Untukmu, jangan pernah untuk menjadi sepertiku.

Orang yang bersikeras tuli,
Orang yang bersikeras bisu,
Orang yang bersikeras menjadi buta,
Selain mendengar, berbicara, serta melihatmu.

Aku tak akan menanyai kabarmu, keadaanmu, bagaimana perasaanmu.
Aku akan berfikir bagaimana baiknya tentang dirimu. Jikalau aku menjadi egois, aku hanya akan mengusikmu.

Maaf untuk kesekian kalinya, aku gagal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar